Jumat, 11 Januari 2013

Khotbah Pemberkatan Nikah


Amsal 20: 7 
Hikmat seseorang terlihat melalui perilakunya. Bersih dan jujurnya seseorang dikenali dari perbuatannya (ayat 11). Orang berhikmat akan mampu menyelami isi hati dan kedalaman pikiran orang lain (ayat 5). Namun kurangnya hikmat akan membuat orang bertindak tanpa kendali diri.  Orang yang tidak bisa mengendalikan diri dalam hal minuman keras akan mempermalukan diri sendiri (ayat 1). Ia akan mabuk dan tidak mempertimbangkan apapun dalam segala perbuatannya. Perhatikan kisah Nuh (Kej. 9:21) dan Lot (Kej. 19:31-36). Tidak adanya kendali diri juga akan tampak dalam ledakan amarah (ayat 3), sebaliknya hikmat akan memampukan orang untuk tidak terlibat dalam perbantahan (ayat 2).  Si pemalas adalah orang yang tidak berhikmat. Ia tidak pernah memikirkan masa depannya. Ia selalu punya alasan untuk tidak bekerja (ayat 4). Yang dia sukai hanyalah tidur dan bermalas-malasan (ayat 13). Lalu bagaimana ia memenuhi kebutuhan hidupnya? Bantuan dari orang lainlah yang dia harapkan! Alangkah kasihannya orang yang malas ini.  
Orang yang tidak berhikmat tampak lewat perkataan yang banyak menyanjung diri (ayat 6). Mungkin karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia baik, sehingga ia merasa perlu mengobral kata-kata tentang kebaikan dirinya. Maka di dalam segala sesuatu kita perlu hidup berintegritas (ayat 7). Meski tidak ada orang yang tahu, jangan berbuat curang karena Allah yang Mahaadil melihat semua itu dengan jelas (ayat 8). Bila kita bekerja di dalam dunia perdagangan, jangan menggunakan timbangan atau ukuran yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga barang yang kita jual tidak mencapai timbangan atau ukuran yang seharusnya (ayat 10). Kekayaan yang diperoleh dari kecurangan bukanlah berkat Tuhan. Lagi pula kekayaan bukanlah segala-galanya (ayat 15). Hidup berhikmat hendaknya bukan hanya berlaku pada hari Minggu saja, sementara hari lain kita hidup dengan cara berbeda. Buka mata dan telinga agar kita dapat belajar untuk melakukan apa yang benar dan kudus menurut Allah (ayat 12).  Manusia memang tidak pernah berbeda. Amsal yang ditulis oleh raja Salomo hampir 3000 tahun yang lalu memperingatkan dan membicarakan sikap, perangai, dan hakikat manusia pada zamannya yang ternyata tidak berbeda dengan manusia abad 21. Ia memperingatkan manusia agar tidak dikuasai oleh zat-zat adiktif seperti anggur dan minuman keras karena orang yang dikuasainya akan merugikan masyarakat dan merusak tubuhnya serta menghancurkan masa depannya sendiri (1). Peringatan Salomo ini masih relevan untuk zaman ini karena banyak orang yang sudah dikuasai oleh narkoba, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dari orang sipil hingga para pejabat, dari pegawai rendahan hingga para eksekutif. Praktek ketidakjujuran dalam perdagangan sama-sama dilakukan oleh penjual dan pembeli (10, 14).
Zaman sekarang praktek semacam itu dilakukan dengan bentuk yang lebih canggih seperti: nilai proyek yang direkayasa demi mengeruk uang rakyat, prosedur tender yang tertutup dan pemenangnya adalah `konco-konco'nya sendiri, monopoli dilakukan terhadap proyek-proyek dan barang-barang penting bagi seluruh rakyat. Itu semua adalah kekejian bagi Tuhan karena menyengsarakan rakyat banyak seperti yang terjadi di negara kita. Kemalasan juga termasuk `penyakit' abadi manusia. Mereka membuang kesempatan yang ada demi kenikmatan sementara padahal ada kebutuhan utama yang harus selalu dipenuhi (4, 13). Zaman sekarang penyakit itu sedikit berbeda. Dahulu, orang malas menjadi miskin. Sekarang miskin menjadi malas. Sebab penanganan secara tuntas untuk memberantas kemiskinan tidak bijak. Selalu ada pihak yang bersedia memberi ikan bukan pancing. Akibatnya tanpa pancing pun mereka dapat makan ikan. Dengan demikian kemalasan dan kemiskinan sama-sama dilanggengkan. Dan yang tidak pernah berubah adalah tidak ada orang setia, tidak ada orang yang bersih hatinya dan tahir dari dosa (7, 9). Semua orang telah berbuat dosa seperti kata Paulus (Rm. 3:23).
Renungkan: Bagaimana Kristen meresponi manusia yang tidak pernah berbeda dari zaman ke zaman? Kita diberi telinga untuk mendengar keluhan, teriakan, dan jeritan mereka minta tolong untuk disembuhkan, dibebaskan, dientaskan, dan diselamatkan, diberi mata untuk melihat bahwa mereka semua sedang antri berbaris menuju kebinasaan kekal (12). Temukanlah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar